Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada bapak/ibu dosen, orang tua, teman-teman,
serta seluruh pihak yang terlibat dalam membantu terselesaikannya makalah ini.
Makalah Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
2. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan
mengenai pembangunan karakter bangsa. penulis berharap makalah ini dapat
memberi gambaran ataupun menjadi referensi kita dalam mengenal dan mempelajari Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa.
Dalam makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan
sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 4 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Prakata .................................................................................................................. ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II : ISI ......................................................................................................... 3
1.1
Pengertian Karakter .................................................................................. 3
1.2
Hubungan Pancasila Dengan Karakter Bangsa ........................................ 4
1.3
Terhapusnya Mata
kuliah Pendidikan Pancasila ...................................... 7
1.4
Jatidiri Bangsa
Indonesia ........................................................................ 10
1.5
Munculnya Pendidikan
Karakter.............................................................. 12
1.6
Empat Pilar Dicabut
Oleh Mahkamah Konstitusi..................................... 16
1.7
Desain Pendidikan
Karakter di Sekolah .................................................. 18
BAB III : PENUTUP........................................................................................... 23
Simpulan.......................................................................................................... 23
Daftar Pustaka....................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pancasila dianggap sebagai sesuatu
yang sacral yang setiap arga negaranya harus mematuhi segala isi dalam
Pancasila tersebut. Namun sebagian besar warga Negara Indonesia hanya
menganggap Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara semata tanpa
memperdulikan makna dan manfaatnya dalam kehidupan.
Dapat dilihat sekarang ini banyaknya perilaku yang
menyimpang dari nilai-nilai yang diajarkan Pancasila. Maka dari itu pentingnya
memahami Pancasila tidak hanya mengerti namun juga mengamalkan dan melaksanakan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang
menjadi kebiasaan dan akan menjadi karakter bangsa yang terpupuk secara
perlahan.
Harus kita sadari bahwa pembangunan karakter bangsa
bukan merupakan tindakan sederhana dan mudah dilaksanakan. Keterbukaan informasi
tidak hanya membawa nilai positif bagi kehidupan bangsa, tetapi juga negative.
Simak saja perilaku seksual yang dilakukan oleh sejumlah anak di bawah umur,
dikatakan karena dipengaruhi oleh meniru perilaku seksual artis tertentu yang
beredar luas dan mudah diakses telepon seluler. Perilaku penyimpangan tidak
akan terjadi apabila seseorang memiliki kepribadian dan karakter kuat yang
mampu menjadi penyaring (filter)
terhadap stimulant nilai-nilai negative yang tidak atau kurang sesui dengan
nilai luhur yang didukung oleh masyarakat Indonesia.
Dari permasalahan tersebut banyak pihak yang mulai
sadar tentang pentingnya penddikan karakter, agar mendidik anak bangsa menjadi
pribadi yang berkarakter baik. Dari pemerintah pun mulai menata kembali
kehidupan bangsa ini dengan dikeluarkannya kurikulum 2013. Kuriulum 2013 ini
menitikberatkan kepada pengembangan karakter peserta didik. Diharapkan dengan
pembelajaran karakter yang bertahap mulai dari bangku sekolah menjadikan
peserta didik mempunyai karakter yang baik, karakter yang dapat membangun
negeri ini menjadi lebih baik, dan tidak dapat secara mudah terpengaruh oleh
kebudayaan asing yang bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian karakter?
2. Bagaimana
hubungan antar Pancasila dan Karakter Bangsa?
3. Bagimana
terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila?
4. Bagaimana
kondisi jatidiri bangsa Indonesia?
5. Mengapa
empat pilar dicabut oleh Mahkamah Konstitusi?
6. Bagaimana
desain pendidikan karakter di sekolah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian karakter
2. Untuk mengetahui hubungan Pancasila
dan Karakter Bangsa
3. Untuk mengetahui terhapusnya mata
kuliah Pendidikan Pancasila
4. Untuk mengetahui kondisi jatidiri
bangsa Indonesia
5. Untuk mengetahui empat pilar yang
dicabut oleh Mahkamah Konstitusi
6. Untuk mengetahui desain pendidikan
karakter di sekolah.
BAB II
ISI
1.1 Pengertian Karakter
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli
psikologi, karakter adalah
sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula
bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter
dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan
sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah
tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan
kebiasaan.
Karakter
menurut para ahli yaitu :
1. W.B.
Saunders, (1977: 126) karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan
oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
2. Gulo
W, (1982: 29) karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak
etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
3. Kamisa,
(1997: 281) "karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian".
4. Alwisol
menjelaskan “pengertian
karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan
nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud
tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen
serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu”.
5.
Wyne memaparkan
definisi karakter dari sisi literalnya. Beliau menjelaskan bahwa istilah
karakter bersumber dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu
menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang
berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
1.2
Hubungan
Pancasila Dengan Karakter Bangsa
Jatidiri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi
dan bertumbuh kembang selama mata hati manusia bersih, sehat, dan tidak
tertutup. Jati diri yang dipengaruhi lingkungan akan tumbuh menjadi karakter
dan selanjutnya karakter akan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku manusia.
Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan lingkungan yang dapat
mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang baik, sehingga perilaku yang
dihasilkan juga baik.
Jatidiri bangsa akan nampak dalam
karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi
bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa terdapat dalam dasar negara Negara
Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila,
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia
Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi
karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan
Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis,
berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter yang berlandaskan falsafah
Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila
secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Bangsa yang
Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan
takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia.
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan
bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
·
Bangsa yang Menjunjung
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu sikap dan perilaku menjunjung tinggi
kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati
antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter
kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan
derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena
terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap
hormat-menghormati.
·
Bangsa yang
Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, adalah bangsa yang memiliki
komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di
atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik
pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap
menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta
menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
·
Bangsa yang Demokratis
dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia, yaitu sikap dan perilaku
demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik
pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam
perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan akal sehat dan nurani
luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral
dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
·
Bangsa yang
Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan, yaitu bangsa yang memiliki komitmen
dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan merupakan karakteristik
pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara
lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban;
hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap
pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka
bekerja keras; menghargai karya orang lain.
Jadi,
antara karakter bangsa dengan pancasila tidak dapat terpisahkan. Karena sebagai
warga negara Indonesia yang berpedoman kepada pancasila dan setiap kegiatan
harus memuat nilai-nilai yang ada dalam pancasila dari itulah diharuskan pula
tumbuh nilai-nilai pancasila dalam pribadi setiap masyarakat dan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah harga mati bagi
setiap warga negara Indonesia, yang harus dipatuhi dan tidak boleh bertentangan
dengan pancasila.
1.3
Terhapusnya
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia
yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi
globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual,
ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis,
berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.
Wacana penghapusan pendidikan Pancasila
memang bersifat responsif sehingga perlu dihargai. Responsif, antara lain,
karena masalah toleransi beragama, kekerasan, dan terorisme kini mengemuka.
Juga responsif karena pendidikan Pancasila menggugat ingatan kita pada Orde
Baru, sebuah orde yang menggunakan Pancasila sebagai penguatan dan pelanggengan
hegemoni para penguasa waktu itu. Penataran P4 sebagai kepanjangan tangan
pendidikan Pancasila, dengan alasan sama, juga menghidupkan kembali trauma masa
lalu. Dalam jangka panjang (beberapa generasi
mendatang), penghapusan tersebut dapat menyebabkan Indonesia menjadi sebuah
negara tanpa orientasi kebangsaan. Hal itu disebabkan para anggota
masyarakatnya tidak lagi memahami jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang
setiap anggotanya memanggul tanggung jawab untuk membangun komunitas peradaban
dalam skala kebangsaan. Mengacu tengara John Gardner sebagaimana dikemukakan,
keroposnya pijakan moral kebangsaan dalam setiap individu warganya akan
menyebabkan Indonesia menjadi bangsa yang gagal atau bahkan secara fisik akan
mengalami disintegrasi.
Kementerian
Pendidikan Nasional tidak akan memasukkan Pendidikan Pancasila menjadi
kurikulum baru. Menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Buku Kementerian Pendidikan
Nasional, Diah Harianti, Pendidikan Pancasila sudah ada dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Kata dia, dalam Pendidikan Kewarganegaraan itu
disisipkan persoalan tentang kesatuan dan persatuan bangsa, norma hukum, hak
asasi manusia, dan Pancasila. Ia juga menambahkan, jika pendidikan pancasila
dijadikan kurikulum baru justru malah menyulitkan siswa. (KBR68H, Jakarta.
Tuesday, 10 May 2011 08:02)
Penghapusan
pendidikan Pancasila bermula sejak Sidang Umum MPR tahun 1999 pencabutan Tap
4/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila(P4). Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Didalam UU
No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 2 menyebutkan bahwa Kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat:
a. pendidikan
agama;
b. pendidikan
kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Yang berarti
bahwa Pendidikan Pancasiala di Perguruan Tinggi sudah tidak ada, melainkan
digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan yang
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air. Selain
itu, dalam surat Edaran Dikti No 43 Tahun 2006
dan Edaran Dikti No. 44 Tahun 2006 disebutkan bahwa mata kuliah Pancasila
dimasukan pada mata kuliah Kewarganegaraan sebanyak 3 SKS.
Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012, Pendidikan Pancasila muncul lagi dalam mata kuliah di perguruan tinggi.
Sesuai dengan pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012 yang berbunyi :
1) Kurikulum
pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
2) Kurikulum
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap
Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk
setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak
mulia, dan keterampilan.
3) Kurikulum
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:
a. agama;
b. Pancasila;
c. kewarganegaraan; dan
d. bahasa Indonesia.
4) Kurikulum
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
5) Mata
kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk program sarjana
dan program diploma.
Pendidikan
Pancasila di perguruan tinggi itu sangatlah penting meskipun sejak masih
dibangku sekolah dasar hingga SMA selalu ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pancasila
adalah sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia. Sesuai dengan penjelasan pasal 35 ayat 3 huruf
c UU No. 12 Tahun 2012, bahwa mata
kuliah Pancasila adalah Pendidikan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan
kepada Mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Sedangkan Yang dimaksud
dengan “mata kuliah kewarganegaraan” adalah pendidikan yang mencakup Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk Mahasiswa menjadi
warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sebab itu seluruh
tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan Negara menggunakan
Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan
benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia.
1.4 Jatidiri Bangsa Indonesia
Dulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang
santun dan bermoral, namun saat ini bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
kehilangan jati diri karena pengaruh globalisasi dan modernisasi. Walaupun
demikian, hendaknya warga Indonesia tetap melestarikan kebudayaan ketimuran
yang beretika sopan santun (Sukarto, Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa
Tengah tahun 1999).
kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat
kita kaji dan kita identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat
Indonesia pada umumnya yang tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia
sehari-hari. Perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya saat ini yaitu:
Banyaknya generasi muda yang saat ini telah
berprilaku tidak sesuai dengan butir-butir pancasila. Contohnya tanpa disadari
sekarang ini moral para pemuda bangsa indonesia juga dijajah melalui beredarnya
vidio-vidio porno diinternet yang dapat diakses dengan mudah sehingga banyak
diantara pemuda Indonesia yang melihat dan bahkan menirukan aksi dari video
porno tersebut. Selain itu, model-model pakaian para generasi muda saat ini
kebanyakan telah meniru bangsa barat yang dikenal modis dan trend masa kini.
Mereka lebih bangga mengenakan pakaian-pakaian tersebut dari pada pakaian asli
budaya Indonesia.
Keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang
berhubungan dengan sila kedua sebagai jati diri bangsa indonesia.
Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia
lain sebagai mana mestinya. Maksutnya yaitu mereka tidak menganggap manusia
berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai
seperti dirinya. Segai contoh yaitu sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian
antar pelajar yang disertai dengan penyiksaan salah satu pihak yang kalah.
Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan
terjadinya krisis jati diri pada generasi muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti
memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus
bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat kita lihat dari kasus-kasus
bentrok antar pelajar atau mahasiswa, bentrok antar seporter sepakbola, bentrok
antar genk, dan lain sebagainya. Dari kasus diatas dapat kita ketahui bahwa
rasa persatuan kita sebagai warga negara indonesia sudah mulai luntur dan mudah
dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya konflik yang lebih
besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Selain itu
fenomena-fenomena yang terjadi yang mencerminkan tidak tertanamkannya rasa
persatuan indonesia yaitu terjadinya perpecahan disetiap kelompok sosial.
Selanjutnya yaitu mengenai kepemimpinan yang
demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini harus bersifat demokratis
baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan
umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita
ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai
wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara
demi tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin
yang tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan
apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi
pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka biasakan
sejak dini. Contoh nyata yaitu ketua dalam kelas PKn misalnya. Dia dalam
mengambil kebijakan untuk urusan kelas seperti hendak mengadakan acara pentas
seni dan lain sebagainya, dia hanya mendiskusikan/memilih pengurus dalam acara
tersebut secara sepihak.
Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta
mengenai ketidakadilan yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat
ini. Tidak perlu jauh-jauh, saat ini dapat kita lihat pada kelompok belajar
kita saja sebagai faktanya. Dalam kelompok belajar PPKN misalnya, tugas PPKN
membuat makalah secara kelompok ketidak adilan selalu kita rasakan. Hal
tersebut karena sebenarnya yang mengerjakan tugas kelompok dari 8 anggota
kelompok, hanya 3 orang saja dan yang lainnya tinggal nitip nama. Padahal ia
menginginkan mendapatkan nilai yang sama. Sungguh ini adalah contoh kecil yang
berada pada kehidupan para pelajar sehari-hari.
Dari uraian kasus dan fakta diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa JatiDiri Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami
krisis. Hal itu dapat dilihat dari Ideologi Pancasila sebagai salah satu ciri
khas bangsa Indonesia yang merupakan landasan dalam bertindak dan berperilaku
sebagai masyarakat Indonesia, sudah tidak dilaksanakan dengan baik oleh
masyarakat Indonesia sebagai kepribadiannya.
1.5
Munculnya
Pendidikan Karakter
Dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang
melimpah, rakyat Indonesia dapat merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera
dari waktu ke waktu. Kenyataan yang dialami oleh bangsa ini menunjukkan kondisi
yang berbeda dengan logika kekayaan sosial, budaya, dan alam. Kondisi yang
dialami menunjukkan bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran,
pembangunan industri terjadi terus-menerus, dan pergantian pemerintah terus
berlangsung dari waktu ke waktu secara damai, tetapi kebanyakan rakyat
Indonesia belum mendapatkan dan mengalami kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Berbagai pengalaman ini menunjukkan
bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang unik. Unik merujuk pada kondisi yang
dialami bangsa sampai saat ini. Banyak orang dan pihak yang bertanya “Apa yang
salah dengan bangsa ini?”
Sejenak kita melihat beberapa
indikasi tentang “Apa yang salah dengan bangsa ini?”
1. Kondisi
moral/akhlak generasi muda yang hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks
bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran
pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.
2. Pengangguran
terdidik yang mengkhawatirkan (Lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi)
3. Rusaknya
moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan, tindakan
kriminalitas pada semua sektor pembangunan, dll)
Selanjutnya kagan (2003) mengutip
sejumlah angka statistic terkait kenakalan remaja sebagai berikut:
1. 180.000
siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan pemalakan
2. 83%
siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan seksual di
sekolah beripa disentuh, dicubit, dan digerayangi
3. 54%
siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sokolah menengah atas mengaku
telah berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya
4. 47%
siswa sekolah menengah atas mengaku mereka mencuri di tko swalayan selama 12
bulan terakhir
Fenomena nyata yang dialami dan terjadi pada bangsa
ini sebagaimana tergambar dalam paparan diatas menunjukkan bahwa “sungguh unik
bangsa ini.” Pandangan tentang keunikan ini harus mengarahkan pandangan dan
pikiran untuk menelaah lebih jauh mengenai apa penyebabnya bagaimana
memecahkannya, dan bagaimana bangsa ini dibangun untuk masa depan yang lebih
baik, serta sukses di dunia dan bahagia di akherat.
Dewasa ini banyak pihak menuntut
peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karater pada lembaga
pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang
berkembang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi
pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkat peranannya dalam pembentukan
kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas
pendidikan karakter.
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama
Republik Indonesia, Bung Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun
dengan mendahulukan pembangunan karakter (character
building) karena character building inilah
yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, serta bermatabat.
Kalau character building ini tidak
dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.
Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia
pendidikan hari ini pun sedang merindukan dan mengelu-elukan pendidikan
karakter. Pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional, sedang
mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-besaran. Pendidikan
karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang
melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya
nilai-nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan
lemahnya prinsip musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya
nilai-nilai keadilan.
Dalam
kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa
merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal
kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan
karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan
nasional.
Secara
ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam arah
dan kebijakan dan prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan
karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi
pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan prioritas pendidikan
nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap
jenjang pendidikan. Sebagaimana diketahui untuk memantau pelaksanaan pendidikan
dan mengukur ketercapaian kompentensi yang ingin diraih pada setiap jenjang
pendidikan telah diterbitkan peemendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang SKL. Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya
hampir pada setiap rumusan SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit baik
pada SKL SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, memuat subtansi nilai/karakter.
Potensi
peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar
pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional
antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan
Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5).
Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja
keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9).
Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.
Tidak
dapat disangkal bahwa, sekolah memiliki dampak dan pengaruh terhadap karakter
siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan
tanggugjawab untuk melakukan pendidikan moral dan pembentukan karakter. Tidak
perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus
melibatkan semua pihak baik rumah tangga, sekolah dan lingkungan sekolah,
masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan
harus terus didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu
membangun peradaban yang lebih maju dan modern.
1.6
Empat
Pilar Dicabut Oleh Mahkamah Konstitusi
Sejak
runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh gerakan reformasi yang
memuncak di pertengahan Mei 1998 lalu, Pancasila memang nyaris dilupakan dan
secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan. Seiring dengan
perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan
dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format
pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta pembebasan seluruh rakyat
Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan (MPR dalam Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2013:xix).
Dalam artikel
opininya di harian KOMPAS (1/6) , guru besar UI Prof. Sri-Edi Swasono, kembali
mengulas gugatannya, ia menegaskan sebaiknya MPR RI yang bekerja berdasarkan
amanat UU No. 27 Tahun 2009 tersebut harus lebih bijaksana dan berani
mengoreksi kesalahan sekecil apapun termasuk pada gagasan sosialisasi 4 pilar
yang justru kembali mengkebiri peranan Pancasila, menurutnya Pancasila tak
boleh diganggu gugat sebagai dasar negara.
Empat pilar
yang terkandung di dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b UU No. 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik (UU Parpol) yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar
kebangsaan. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi frasa “empat pilar kebangsaan dan
bernegara” dalam pasal itu dihapus, sehingga Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal
Ika, dan UUD 1945 bukan lagi dianggap sebagai pilar kebangsaan. “Frasa ‘empat
pilar kebangsaan dan bernegara’ dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua
Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 100/PUU-XI/2013 di
ruang pleno MK, Kamis (3/4).
Pengujian
Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini diajukan sejumlah warga negara yang tergabung
dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar).
Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal
yang diuji, parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu
Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pasal itu
dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai
salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya.
Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila
telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara (philosophie
groundslaag) dalam Pembukaan UUD 1945. Sedangkan kata ”dasar” dan
”pilar” memiliki makna yang berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di
perguruan tinggi saat menjelaskan kepada mahasiswanya. Karena itu, ”proyek”
sosialisasi oleh MPR mengenai empat pilar yang salah satunya Pancasila harus
dihentikan karena menyesatkan bangsa ini. Dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara, 2012:5, disebutkan bahwa penyebutan Empat Pilar kehidupan
berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut
memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan
konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar
negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain.
Namun, pasal
itu tetap diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-kurangnya kata
“Pancasila” dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
mengikat. Pendidikan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya terbatas pada
keempat pilar itu, melainkan masih banyak aspek lain yang penting antara lain
negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional.
Karenanya, partai politik juga harus melakukan pendidikan politik terhadap
aspek-aspek itu.
Hakim
konstitusi Arief Hidayat menyatakan concurring opinion (alasan berbeda), dan
hakim Patrialis Akbar mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Arief
mengatakan istilah empat pilar yang memasukkan Pancasila sebagai salah satu
pilarnya tidak dapat dimaknai Pancasila memiliki kedudukan yang sama dengan
pilar lainnya. Sebab, masing-masing pilar memiliki kedudukan beragam sesuai
karakter dan fungsinya.
Namun,
penyebutan pilar terhadap Pancasila bertentangan dengan alinea keempat
Pembukaan UUD 1945. Karenanya, frasa “empat pilar berbangsa dan bernegara”
dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak
dimaknai Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar
negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila
juga tetap tercantum dalam konstitusi
negara kita meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan
konstitusi. Ini menunjukkan bahwa
Pancasila merupakan konsensus
nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila
terbukti mampu memberi kekuatan kepada
bangsa Indonesia, sehingga perlu
dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
1.7
Desain
Pendidikan Karakter di Sekolah
Dinamika perubahan jaman selalu diikuti pula oleh
dinamika penyempurnaan desain pendidikan, yaitu kurikulum. Kurikulum adalah
sebuah alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman
pelaksanaan pendidikan. Falsafah hidup bangsa, tujuan ke arah mana bentuk
tujuan hidup bangsa kelak itu ditentukan semuanya tergantung pada kurikulum
yang digunakan. Dalam kehidupan sosial kebutuhan dan tuntutan masyarakat
cenderung mengalami perubahan, dan kurikulum lah yang mengantisipasi
perubahan tersebut. Karena bagaimanapun juga pendidikan dianggap sebagai
langkah yang paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pendidikan jualah yang mengantarkan sebuah bangsa mencapai
peradaban kebudayaan tinggi. Dan dalam sejarah perjalanannya sejak bangsa
Indonesia merdeka desain pendidikan mengalami perubahan, yaitu kurikulum
Rencana Pelajaran tahun 1948-1968, Kurikulum Berbasis Tujuan tahun 1975-1984,
serta KBK dan KTSP tahun 2004-2006. Sedangkan kurikulum yang diberlakukan pada
saat ini adalah kurikulum 2013.
Disdik, Abd
Kadir, M. Pd. , menyatakan bahwa perubahan yang paling mendasar dan riil
dari kurikulum 2013 adalah lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter, “
Penguatan fondasi ettitut dari bawah yaitu di pendidikan dasar, penanaman
nilai-nilai etika, etiket, moral dan norma mendapatkan porsi yang besar dan
diintegralkan dalam mata pelajaran yang diajarkan. Semakin ke atas yaitu
tingkat SMP maka porsi tersebut semakin berkurang dan semakin ke atas lagi
tingkat SMA semakin berkurang. Yang kedua adalah penguatan pada skill
(Ketrampilan) dan baru kemudian pada ilmu pengetahuan dan teknologinya. Semakin
jenjang pendidikan ke atas maka semakin banyak dan luas pengetahuan diberikan. (Lilik
Rosida Irmawati)
Untuk memahami makna belajar dalam pendidikan
karakter pengajar harus bisa membawa suasana agar peserta didik dapat mengikuti
pelajaran tersebut dan tidak menyebabkan jenuh. Untuk hal tesebut dibutuhkan
model pembelajaran pendidikan karakter yang sesuai dengan keadaan peserta
didik.
Sebagai
kerangka kerja, dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan
nilai-nilai etika inti, seperti keimanan, kejujuran, rasa hormat, kepedulian,
dan nilai-nilai kinerja pendukungnya, seperti komitmen, kesungguhan, ketekunan
dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik.
Ø Sekolah
berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai
dimaksud.
Ø mendefinisikan
karakter dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah
sehari-hari.
Ø mencontohkan
nilai-nilai karakter, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai
dasar dalam hubungan antar warga sekolah.
Ø mengapresiasi
manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Hal terpenting,
semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang
konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.
Siswa
memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati
perilaku model dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai.
Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan
keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu
menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan
merefleksikan pengalaman hidup. Dalam konteks seperti itu diperlukan
pembelajaran yang dialogis antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan semua warga sekolah. Untuk pembelajaran di kelas dapat diterapkan
pembelajaran kooperatif dengan memberikan penguatan pada kegiatan kelompok.
Implementasi
strategi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui model pendidikan
terintegrasi.
Model pendidikan terintegrasi dilakukan
dengan mengintegasikan nilai-nilai karakter pada kompetensi-kompetensi mata
pelajaran. Implementasinya melalui kegiatan pembelajaran/KBM, pengembangan
budaya sekolah, dan ekstra kurikuler. Misalnya:
·
Kegiatan Pembelajaran/Belajar Mengajar (KBM).
Untuk menumbuhkan nilai karakter rasa ingin tahu melalui kegiatan observasi,
meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang efektif dengan kegiatan diskusi
dan presentasi, mengembangkan berfikir kritis dengan kegiatan penelitian
sederhana, dsb.
·
Budaya Sekolah. Untuk menumbuhkan karakter
keimanan melalaui doa awal dan akhir pelajaran, dan/atau sholat berjamaah,
meningkatkan sikap dan perilaku rasa hormat/respek dengan membiasakan
berjabatan tangan dan mengucap salam secara santun, untuk karakter peduli
lingkungan dengan membiasakan menjaga kebersihan kelas dan membuang sampah di
tempatnya. Dapat juga melalui kegiatan yang bersifat spontan, misalnya
mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman yang sakit
atau tertimpa musibah.
·
Kegaiatan Ekstra Kurikuler: Pramuka, Olah raga,
Karya Ilmiah, Seni, PMR, dsb. Untuk mengembangkan kecakapan kerjasama dan jiwa
sportif melalui bermain olah raga, mengembangkan rasa percaya diri melalui
PENSI, peduli kemanusiaan dengan PMR donor darah, peduli sosial dengan bahti
sosial bantuan bencana. Melalui kegiatan luar ruang akan terbentuk karakter
keberanian, kerja sama, partiotisme, memahami dan menghargai alam, saling
menolong, dengan demikian juga memupuk sikap peduli dan empati.
Pendidikan
Karakter merupakan bagian dari pembelajaran secara keseluruhan. Nilai-nilai
dari pendidikan karakter merupakan bagian dari kompetensi yang ingin dicapai
dalam kegiatan pembelajaran. Karena itu, penilaiannya tirintegrasi dengan
dengan penilaian pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang dimaksud. Hal
penting yang perlu disadari adalah kepastian untuk menilai aspek karakter yang
telah diintegrasikan tersebut. Agar tidak memberatkan tugas, sebaiknya dipilih
karakter yang esensial saja yang dinilai. Misalnya menilai kemampuan
berkomunikasi dengan penilaian kinerja, menilai nilai keuletan dengan penilaian
sikap, dsb.
Hasil
penilaian pendidikan karakter, selanjutnya diformulasikan untuk di masukkan ke
dalam buku rapor siswa. Misalnya nilai ini untuk mengsisi hasil belajar aspek
ahklak dan kepribadian. Bentuk nilai sebaiknya tidak berupa angka, tetapi
kualifikasi kata: Baik, Sedang, dan Kurang. Jika ingin lebih baik baik
lagi dengan deskripsi kalimat pernyataan. Misalnya keimanan, rasa hormat, cinta
tanah air baik, tetapi kepeduliaan lingkungan kurang.
Dengan desain yang dipaparkan diatas
diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta didik mengenai karakter yang
baik, selain itu diharapkan dapat mampu diwujudkan dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka akan
mencetak anak bangsa yang luar biasa yang
dapat meneruskan bangsa ini dengan tidak melupakan karate luruh bangsa
Indonesia yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Karakter
bangsa Indonesia harus tercerminkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Di era arus globalisasi yang semakin maju akan menjadi tantangan
tersendiri untuk membentuk karakter bangsa ini, harus dengan bertahap dan di
dukung oleh semua elemen agar pembentukan karakter dapat berjalan dengan baik.
Salah satunya dapat dilakukan dengan pendidikan.
Saat
ini banyak pihak yang menuntut untuk meningkatkan pelaksanaan dan intensitas
pendidikan karakter. Karena kenyataanya banyak anak muda sekarang ini mulai
melupakan karakter yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, mereka terseret
oleh kebudayaan asing yang semakin merajalela. Jika perkembangan budaya asing
yang terus memasuki Indonesia tanpa didampingi perkembangan karakter budaya
Indonesia, maka secara perlahan budaya Indonesia itu sendiri akan tergeserakan
dan dilupakan.
Pemerintah
kini juga sudah mulai mengembangkan kurikulum 2013, kurikulum yang menekankan
pada perkembangan karakter bangsa. Peserta didik dituntut aktif serta dapat
memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal; Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter.
2011. Bandung: Yrama Widya.
Galih Manunggal Putra. Pancasila
sebagai karakter dan jati diri bangsa
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK
INDONESIA NOMOR: 44/DIKTI/Kep/2006
TENTANG RAMBU-RAMBU PELAKSANAAN KELOMPOK
MATAKULIAH BERKEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI PERGURUAN TINGGI
Kesuma, Dharma; Cepi, Triatna;
Johar, Permana. 2011. Pendidikan Karakte
Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
Familia.
Samani, Muchlas; Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soegito AT
dkk. 2013. Pendidikan Pancasila.
Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK Universitas Negeri Semarang.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI
undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara.2012. http://sida.lanri.info/sida/attachment/Pilar%20Kehidupan%20Berbangsa%20dan%20Bernegara.pdf
Finaldi, Zulkarnain. 2013. “Mahasiswa Unigal Demo Lagi”. http://www.kabar-priangan.com/news/detail/7838
(Diunduh 7 Mei 2015)
http://lidawati.com/penerapan-kurikulum-2013-menuju-pembentukan-karakter/
(26 April 2015, 13:45)
https://abiechuenk.wordpress.com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukan-karakter/
(26 April 2015, 13:12)
https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/
(5 Mei 2015, 21:31)
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS PANCASILA. I
Nyoman Yoga Segara. http://bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=924
(23 April 2015, 22:30)
www.fokusjabar.com. “Mata Kuliah Pancasila
Dihapus, Mahasiswa Demo”.
(diunduh pada 7 Mei 2015, 23:06)
Related Posts
Subscribe Our Newsletter
0 Response to "MAKALAH PANCASILA dan PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA"
Post a Comment