1.
Etika Islam dalam produksi
Kata produksi dalam bahasa Arab yaitu al-intaj yang artinya mewujudkan atau
mengadakan sesuatu. Menurut Khaf kegiatan produksi dalam prespektif islam yaitu
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik dan materialnya,
namun juga moralitasnya sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana
digariskan dalam agama islam yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Produksi adalah menciptakan dan menambah kegunaan suatu benda. Kegunaan
suatu benda akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari semula.
Jadi, produksi secaram umum yaitu penciptaan nilai guna yang berarti kemampuan
sutau barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi tertentu.[1]
Dalam prespektif Al-Qur’an, kegiatan produksi tidak hanya berorientasi pada
keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Tetapi tujuan produksi yaitu untuk
kemaslahatan individu dan masyarakat di dunia.[2]
Tujuan produksi dalam islam tidak dapat dilepaskan dari tujuan
diciptakannya manusia, yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi ini.
Jadi produksi itu bertujuan untuk memnuhi kebutuhan pokok manusia dan berusaha
agar setiap indivdu dapat hidup dengan layak, sesuai dengan martabatnya sebagai
khalifah.[3]
Islam mengajarkan semua aktivitas yang dilakukan manusia berlandaskan pada
prinsip etika Islam. Islam menjasi kategori moral imeratif dalam kehidupan,
Umat islam dapat melakukan kegiatan apapun tetapi harus ada tolak ukurnya
dengan etika dalam Islam. Dala Al-Qur’an dan sunahmemuat banyak perintah serta
pedoman bagi manusia untuk menjalankan kegiatan produksi barang ataupun jasa.
Dalam islam etika produksi yaitu mengenai motivasi produsen dengan penguatan
moralitas dan tanggung jawab sosialnya.. [4]
Dari pemaparan diatas, agar tujuan produksi itu tercapai dengan maksimal,
mak harus adanya etika dalam islam yang mengatur kegiatan produksi. Diantara
etikanya adalah sebagai berikut:
a. Berpegang pada semua hal yang dihalalkan Allah
dan tidak melewati batas.
Dalam melakukan produksi diperbolehkan
sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadist. Inilah yang menjadi
pembeda antara produksi konvensional dengan produksi islam. Dimana dalam
konvensional yang menjadi prioritas kerja yaitu pemenuhan kebutuhan pribadi
dengan mengumpulkan laba, harta dan uang tanpa memperhatikan halal dan haramnya
kegiatan produksi tersebut.
Syariat
Islam tidak membenarkan pembuatan segala komoditas yang hanya bisa digunakan
untuk hal yang diharamkan, atau mayoritas barang tersebut digunakan untuk
berbuat dosa. Misalnya memproduksi ganja, narkotika dan obat-obatan terlarang
lainnya. Menurut Qardhawi, jika suatu hasil produksi dapat digunakan ntuk
berbuat baik dan buruk secara bersamaan, misalnya pakaian yang you can see yang
halal dikenakan oleh wanita di rumah untuk menghibur suami tapi haram dikenakan
di luar rumah, maka hal itu tidak diharamkan. Adapun produksi yang dilarang
oleh islam yaitu produksi yang mampu merusak akidah, etika serta moral manusia.
Misalnya produk yang berhubungan dengan pornografi dan sadisme, karena dampak
negatif dari produk seperti ini akan lebih berbahaya daripada narkotika dan
ganja. [5]
Seperti firman Allah
وَيَسْعَوْنَ
فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ۚ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِي…
Artinya: ...dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-Maidah: 64)
b. Menjaga Sumber Daya Alam
Menjaga sumberdaya alam ini sangat penting
dalam melakukan aktivitas produksi. Karena ia merupakan nikmat Allah kepada
hambaNya. Setiap manusia wajib mensyukuri atas segala nikmat yang telah
diberikan Allah dengan cara menjaga sumber daya alam dari populasi, kehancuran
ataupun kerusakan.[6]
Menjaga sumber daya alam hendaknya didasarkan
pada prinsip tepat pakai dan tepat guna. Karena dengan adanya prinsip tersebut,
sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan sesuai kebutahan dan tidak akan
pernah habis.[7]
Al-Qur’an telah menganjurkan kita untuk
menggunakan sumber-sumber kekayaan alam. Al-Qu’an juga merangsang akal kita
agar dapat menolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Dalam firman Allah
SWT.
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ
ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Artinya: “dan Dia telah memberikan kepadamu
segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
niscahya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh manusia itu sangat dzalim
dan sangat mengingkari.” (QS. Ibrahim:34).[8]
c. Mengembangkan sumber daya manusia
Suatu bangsa wajib mengembangkan sistem pendidikan dan
pelatihan untuk menyiapkan sumber daya manusia dalam berbagai bidang. Dan
dengan adanya sumber daya manusia di berbagai bidang keahlian, maka dapat di
manfaatkan dalam kegiatan produksi dan di berbagai kegiatan lainnya. Dan
hendaknya seseorang itu ditempatkan di posisi yang sesuai dengan keahliannya.
Sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW.
اِذَا وُسِدَاالاَمْرُاِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ
فَانْتَظِرُ السَّاعَةَ
Artinya: “apabila suatu urusan diserahkan kepada orang
yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya.” (HR. Abu Hurairah)
Dari sini, terlihat bahwa Islam sangat memprhatikan
sumber daya manusia dan berusaha mengembangkannya.[9]
d. Memproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Salah satu etika produksi adalah membuat
variasi bentuk produksi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jika produksi
konvensional mengedepankan laba tanpa mempedulikan apakah produksinya
dibutuhkan oleh masyrakat atau tidak, maka produksi Islam membuat produk yang
sesuai dengsn kebutuhsn masyarakat. Seorang muslim bekerja untuk dunia dan
akhirat, karena tujuan ia adalah mencari keridhaan Allah sebelum kepuasan
nafsunya sendiri.
Manusia yang paling diridhai Allah yaitu
manusia yang menekunkan peluang dagang yang terlupakan oleh umat lain. Seperti
firman Allah SWT:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّين وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ
لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُون
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang
mukmin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan diantara mereka beberapa orang untuk memprdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadaNya, supaya mereka itu dapat menjaga diri.” (QS. at-Taubah:122)[10]
[1] Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang:CV
Karya Abadi Jaya, 2015, hal. 106
[2] Ibid, hal. 108
[3] Ibid, 109
[4] Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam,
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2015, hal. 164
[5] Ibid, hal. 165
[6] Ibid, hal. 166
[7] Yusuf qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi
Islam, Jakarta:Gema Insani Press, 1997, hal. 132
[8] Ibid, hal. 100
[9] Ibid, hal. 131
[10] Ibid, hal. 133
Related Posts
Subscribe Our Newsletter
0 Response to "Contoh Makalah Etika Islam Dalam Produksi"
Post a Comment