Showing themes that are Seo, fast loading, light, fresh and professional.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan pertolongan-nya,sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawwuf Dalam Islam”.Shalawat dan salam kami panjatkan kepangkuan junjungan kita,Nabi Muhammad saw yang menjadi teladan umat dan menjadi rujukan bagi seluruh pemikiran keislaman,termasuk Tasawwuf.Meski bisa dikatakan sudah mulai banyak diterima,tetapi tasawwuf masih sering dipandang secara negative.Pandangan negative itu berkisar pada dua hal.Pertama,bahwa tasawwuf tidak islami.Sehingga,seiring dengan mulai maraknya minat masyarakat terhadap buku-buku tasawwuf,muncul juga buku yang menganggap tasawwuf itu bid’ah dan sejenisnya.Misalnya,buku Musthafa Muhammad Syak’ah berjudul “Islam Tidak Bermadzhab” (terjemahan) yang mengecam tasawwuf habis-habisan.Menurutnya,tasawwuf harus dijauhi dan dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat islam.Kedua,tasawwuf hanya mengedepankan aspek batin,tidak peduli denagn aspek lahir.Ia menjadi biang kemandegan dan kemunduran umat Islam ingin maju,maka tasawwuf harus dijauhi.Memang ada benarnya ,bahwa tasawwuf tidak islami dan hanya mengedapankan aspek batin.Tetapi kedua hal ini bukanlah ciri tasawwuf yang sebenarnya,melainkan tasawwuf yang mengalami penyimpangan.Tasawwuf ekstrem ini memiliki sejumlah cirri,antara lain menarik diri dari kehidupan dunia(pasivisme),anti intelektual,dan lebih mengedepankan aspek-aspek supranatural.
            Pangkal penyimpangan terjadi ketika orang-orang yang bertasawwuf telah meninggalkan varian keagamaan lainnya,yaitu fiqih.Sehingga tidak sedikit sufi yang karena alasan telah sampai kepada Allah swt.Tidak mau menjalankan ibadah-ibadah formal(taklif),bahkan tidak jarang menerjang larangan-larangan agama.Jika demikian ini yang mempengaruhi perkembangan tasawwuf dari dulu hingga sekarang,maka penyelesainnya adalah pada usaha untuk saling mendekatkan antara perkembangan fiqih dan taswwuf.jadi tasawwuf sejati berdiri diatas koridor fiqih.Ia tidak bisa berdiri sendiri.Sebab,salah satu usaha tasawwuf adalah meningkatkan penghayatan di dalam menjalankan ibadah-ibadah formal itu.Untuk itu dengan adanya perkembangan tasawwuf dalam islam sendiri telah meluas hingga aliran-aliran islam yang ada di dunia.
Tanpa di sadari perkembangan tasawwuf yang telah di mulai dari jaman nabi sampai dengan sekarang memunculkan ide-ide untuk saling mengkaitkan suatu ilmu tasawwuf maupun dengan ajaran-ajaran fiqih yang telah menyebar di kalangan masyarakat global.Makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kebaikan makalah ini.Semoga dengan selesainya makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi pembaca.Terima kasih










BAB I
PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG
Pertumbuhan dan perkembangan dunia Tasawwuf pada masa sekarang kurang diperhatikan masayarakat tentang bagaimana menjalankannya maupun menjaga dengan baik.Banyak yang mempelajari ilmu tasawwuf tanpa tahu sejarah tentang ilmu tasawwuf tersebut,maka dari itu perlunya mempelajari sejarah ilmu tasawwuf dalam islam menjadi sangat penting agar ketika orang-orang belajar tasawwuf tidak semerta-merta dapat menyelewengkan ajaran-ajaran yang sudah diajarkan pada zaman nabi sampai sekarang.Tasawwuf bertumpu pada al-Qur’an dan al-Hadist.Dari berbagai pandangan para ulama tasawwuf tentang asal-usul kata tasawwuf dapat disimpulkan bahwa pengertian tasawwuf adalah keasadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada mal shalih dan kegiatan yang sungguh-sungguh,menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka pendekatan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat dengan-nya.
Orang yang bertasawwuf adalah orang yang mensucikan dirinya lahir dan batin dalam suatu pendidikan etika dengan menempuh jalan atas dasar didikan tiga tingkat yang dalam istilah tasawwuf dikenal dengan takhalli,tahalli,dan tajalli.Tasawwuf dalam islam,menurut ahli sejarah,sebagai ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 H.Adapun faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawwuf dibedakan atas dua,yaitu faktor intern dan ekstern.Dengan mempelajari asal mula tasawwuf kita dapat mengetahui apa saja yang dipermasalahkan dalam tasawwuf,kapan bedirinya ilmu tasawwuf,serta apa saja faktor yang mempengaruhi lahirnya tasawwuf dalam Islam.

  B.       RUMUSAN MASALAH    
           
1.      Bagaimanakah Sejarah Munculnya Tasawwuf ?
2.      Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Tasawwuf Dalam Islam ?
3.      Bagaimanakah pertumbuhan dan Perkembangan Tasawwuf di Era Globalisasi ?
















BAB II
PEMBAHASAN

1.     Sejarah Munculnya Tasawuf di Indonesia

         Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Di mana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana. Di samping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bahkan seperti yang kita ketahui bahwa sebelum beliau di angkat menjadi Rasul Allah, beliau sering melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hiro selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertamanya saat diangkat menjadi Rasul Allah.

         Pada waktu malam beliau sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terbuat dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma. Beliau lebih suka hidup sederhana dari pada hidup bermewah-mewahan. Kehidupan Nabi yang seperti itu langsung di tiru oleh sahabatnya, Tabi’in dan terus turun-temurun hingga sekarang. Bahkan para sahabat beliau banyak yang melakukan kehidupan sufi dengan hidup sederhana bahkan serba kekurangan, tetapi dalam hidupnya tumbuh sinar kesemangatan dalam beribadah.

         Rasulullah Saw. Melakukan pendalaman terhadap aspek spiritual di kalangan umat islam. Sehingga munculah di madinah dua kelompok yang kemudian hari memiliki pengaruh besar terhadap umat islam. Pertama, kelompok para qori’ dari kaum Anshor. Mereka bekerja di siang hari dan beribadah di malam harinya. Mereka bahkan berada di samping tiang-tiang masjid untuk bertahajud dan membaca Al-Qur’an. Mereka tidak hanyut dalam kemewahan dunia akibat kemenangan demi kemenangan yang di capai umat islam. Ciri mereka sangat jelas, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud, yaitu beribadah di malam hari disaat orang tertidur pulas, berpuasa di siang hari disaat orang sedang memakan makanan enak, prihatin saat orang bersuka-ria, menangis saat orang tertawa dan tenang di saat orang riuh dengan urusa-urusan dunia.

         Kedua, kelompok yang di kenal dengan zuhud dan kemudian hari menjadi tempat penisbatan tasawuf, yaitu “ahl al-suffah”. Latar belakang penyebutan ahl al-suffah untuk mereka adalah bahwa Rosullullah Saw. membangun tempat (al-suffah) di sekitar masjid Madinah untuk muslim yang tidak mampu dan muhajirin yang fakir. Beberapa pemuka makkah enggan berkumpul dengan Rasullullah Saw. karena adanya kefakiran, penampilan dan bau kelompok ini. Rosul hampir meng iyakan alas an mereka, tetapi kemudian diingatkan oleh Allah Swt. Sehingga beliau memperlakukannya dengan lebih baik. Sampai-sampai beliau tidak beranjak ketika mereka duduk di sekeliling beliau sebelum mereka beranjak. Ketika bersalaman, beliau juga tidak melepaskan tangan lebih dahulu. Kadang-kadang beliau mengirimkan mereka kepada orang-orang mampu untuk di beri makan.

         Dapat di contoh disini, seperti kehidupan Abu Hurairah yang dalam sejarah di sebutkan bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur di emperan masjidil haram makkah, pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak pernah merasa kenyang, bahkan sering tidakk makan. Sampai pada suatu hari beliau duduk-duduk di pinggir jalan sedang ia sangat lapar. Tatkala Abu Bakar lewat disitu ia bertanya ayat apa yang harus di bacanya dari Al-Qur’an untuk menahan laparnya. Abu Bakar tidak menjawab dan berjalan terus. Kemudian lewat pula Umar bin Khatab, Abu Hurairah meminta pula kepadanya, di tunjukkan ayat Al-Qur’an yang dapat menahan rasa laparnya, Umar tidak berbuat apa-apa dan melanjutkan perjalanannya. Kemudian lewatlah disitu Rosullullah Saw., Nabi tersenyum melihat Abu Hurairah karena mengetahui apa yang terkandung dalam diri dan tersirat di mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikutinya. Tatkala sampai di rumah, Nabi mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh meminumnya Abu Hurairah, sampai kenyang sehingga tidak dapat mengabiskannya.

         Satu contoh lagi adalah yang terjadi pada sahabat nabi yang bernama Abu Darda’. Suatu hari Aalman Al-Farisi mengunjungi rumah Abu Darda’, yang telah dipersaudarakan Rosullullah dengan dia. Maka didapatinya dia sedang murung tak gembira seperti biasanya. Tatkala ditanya, istrinya menceritakan bahwa Abu Darda’ sejak ingin meninggalkan kesenangan dunia ini, ia ingin meninggalkan makan minum, karena di anggap akan mengganggu ibadah dan takwanya kepada Allah. Mendengar cerita itu Salman Al-Farisi murka, lalu sambil menyajikan makanan ke Abu Darda’ ia berkata dengan geramnya: “Aku perintahkan kepadamu supaya kamu makan. Sekarang juga!” Abu Darda’ lalu makan. Tatkala waktu tidur Salman memberi perintah lagi: “Aku perintahkan kepadamu supaya kamu pergi beristiahat dengan istrimu!” Dan kemudian tatala waktu shalat ia membangunkan saudaranya itu sambil berkata: “Hai Abu Darda’ bangunlah sekarang engkau dari tidurmu dan shalatlah engkau untuk mengagungkan Tuhan!. Kemudian Salman menjelaskan. Ia berkata “Kuperingatkan kepadamu, bahwa beribadah kepada Tuhanmu itu adalah sebuah kewajiban, merawat dirimupun adalah suatu kewajiban, melayani keluargamu itupun merupakan suatu kewajiban bagimu. Penuhilah segala kewajiban itu menurut haknya masing-masing”.

         Tatkala keesokan harinya, kelakuan dan tindakan Abu Darda’ di laporkan Salman kepada Rosullullah Saw. Nabi bersabda “Benar sungguh apa yang dikatakan Salman”.

         Begitulah kehidupan sufi yang terjadi pada diri Rosullullah Saw., dan para sahabatnya, dan diikuti pula oleh para Tabi’in, Tabi’in Tabi’in sampai turun temurun pada generasi selanjutnya hingga sekarang. Sedang di antara sahabat nabi yang mempraktikkan ibadah dalam bentuk tarekat ini adalah Hudzaifah Al-Yamani. Dan perkembangan sufi ini di lanjutkan oleh para generasi dari kalangan Tabi’in, diantaranya adalah Imam Hasan Al-Basyari, seorang ulama’ besar Tabi’in murid Hudzaifah Al-Yamani. Beliau inilah yang mendirikan pengajian tasawuf di basrah. Di antara murid-muridnya adalah Malik bin Dinar, Tsabit Al-Banay, Ayub AS saktiyany, dan Muhammad bin Wasi’.

         Setelah beririnya madrasah tasawuf di Basrah, disusul pula dengan berdirinya madrasah di tempat lain, seperti di irak yang dipimpin oleh Said bin Musayyab dan di Khurasan dipimpin oleh Ibrahim bin Adam.dengan berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelas kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat islam yang sangat memerlukannya. Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas dari masyarakat islam sepanjang masa.

         Pada abad-abad berikutnya ilmu tasawuf semakin berkembang seiring dengan perkembangan agama Islam di berbagai belahan bumi. Bahkan menurut sejarah, perkembangan agama Islam di Afrika, ke segenep pelosok Asia ini, Asia kecil, Asia Timur, Asia Tengah, sampai negra-negara yang berada di tepi lautan Hindia hingga ke negri kita Indonesia, semmuanya di bawa oleh Da’i-da’i Islam dan kaum Sufi. Sifat-sifat dan cara hidup mereka yang sederhana, kata-kata mereka yang mudah di pahami, kelakuannya yang sangat tekun dalam beribadah, semua itu lebih menarik daripada ribuan kata-kata yang hanya teori adanya.

         Para penyebar agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan sendirinya ajaran yang di bawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian, para Da’i Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran tarekatnya di berbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan ajaran islam itu sendiri.

2.      Sejarah Perkembangan Tasawuf

Berbagai pendapat tentang berkembangnya tasawuf:
a.      Pada abad pertama dan kedua Hijriyah.

1. Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rosullulah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan-Nya. Beberapa sahabat yang tergolong Sufi di abad pertama, dan berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain:
a.       Abu Bakar Ash-Shiddiq
b.      Umar bin Khattab
c.       Usman bin Affan
d.      Ali bin Abi Thalib
e.       Salman Al-Farisi
f.       Abu Zar Al-Ghifary
g.      Ammar bin Yasir
h.      Hudzoifah bin Al-Yaman
i.        Niqdad bin Aswad

2. Perkembangan Tasawuf Pada Masa Tabi’in
Ulama’ sufi dari kalangan Tabi’in, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Ada beberapa tokoh dari kalangan sufi Tabi’in, antara lain:
a.       Al-Hasan Al-Bashri hidup tahun 22 H-110 H
b.      Rabi’ah Al-Adawiyah wafat tahun 105 H
c.       Sufyan bin Said Ats-Tsaury hidup tahun 97 H-161 H
d.      Daun Ath-Thaiy wafat tahun 165 H
e.       Syaqieq Al-Balkhiy wafat tahun 194 H


b.      Pada Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
1.Perkembangan tasawuf pada abad ketiga hijriyah
Pada abad ini, terlihat perkembangan tasawuf yang pesat di tandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu.

2.Perkembangan tasawuf pada abad keempat hijriyah
Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat di bandingkan dengan kemajuan di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad.

c.      Pada Abad Kelima Hijriyah
Disamping adanya pertentangan yang turun temukan antara ulama sufi dengan ulama fiqh, maka abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya madzhab Syiah Islamiyah yaitu suatu madzhab (paham) yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintah pada keturunan Ali bin Abi Thalib

d.      Abad Keenam, Ketujuh, dan Kedelapan Hijriyah
Perkembangan tasawuf pada abad keenam hijriyah banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh pada perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy wafat tahun 587 H/1191 M. ia mula-mula belajar ilmu filsafat dan Ushul fiqh pada Asy-Syekh Al-Imam Majdudin Al-Jily di Allepo, bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.

e.      Pada Abad Kesembilan, Kesepuluh Hijriyah, dan Sesudahnya

   Disini tasawuf sangat sunyi di dunia Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, tujuh dan kedelapan hijriyah. Faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di dunia Islam yaitu:

1. Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat Islam, sebab banyak diantara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran islam yang sebenarnya.

2. Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama nasrani sudah menguasai seluruh negri Islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.



4.      Tasawuf di Era Globalisasi

         Islam memiliki system keagamaan yang lengkap dan utuh, ketika masih tersimpan ke dalam Kitab Suci dan Hadits. Di hadapan Allah tidak ada perbedaan derajat di antara sesama manusia, kecuali dengan takwanya. Tetapi dalam kenyataannya, telah muncul kasta baru di tengah gebyar lahiriyah dan kesemarakan formalitas agama, yang terdiri atas da’i, artis, birokrat, selebritis, dan konglongmerat. Berbeda halnya dengan pandangan mata batin para penempuh kesufian. Islam tidak membutuhkan kesufian, jika mengacu pada ayat terahir yang di turunkan Allah, tentang sempurnanya ajaran Islam dan tentang telah di ridhoi-Nya Islam sebagai agama yang benar.

         Zaman globalisasi yang berarti penggundulan bumi dari biota rohani, ternyata tidak mematikan spiritual agama. Sebab bagian-bagian yang kosong dan meranggas dari nilai-nilai batin mulai di aliri kesejukan sufisme. Kerinduan kepada tasawuf kian menggelora bagaikan kerinduan padang pasir menunggu siraman hujan. Sungguh ngeri untuk membayangkan, betapa umat akan terjerumus ke dalam ketidakpercayaan dan keputusan andai kata tasawuf di salah gunakan demi kepentingan pribadi para guru, mursyid atau syeikh. Padahal tasawuf di anggap sebagai ladang harapan untuk memunculkan bibit-bibit tanaman iman yang hampir layu dari wabah materialisme dan hedonisme.

         Dalam Khasanah Islam, formula yang di sediakan adalah tasawuf, dengan tarekat dan dzikir sebagai konsep ideomatik ajarannya.  Sufisme adalah mediator rohani dalam upaya menyalin hubungan yang tulus dengan Ilahi atau faktor keseimbangan untuk menyeimbangkan keberagamaan yang lahiriah dan batiniah. Melalui tasawuf, yang merupakan mata air rohani dalam mengisi ke hampaan jiwa manusia dengan akar-akar ketuhanan. Di harapkan kepatuhan umat untuk melaksanakan aturan syariat akan sejalan dengan kegairahan mengamalkan tarekat, sehingga penghayatan agama pada tingkat hakekat dan makrifat tidak tergelincir ke jurang syirik dan kufarat.

Tasawuf Pragmatis dan Terapi Jiwa

         Makna dan pengertian dari “dimensi pragmatis” dalam konteks, secara umum bersifat praktis dan berguna untuk umum. Pragmatisme adalah sebuah corak berfikir dalam filsafat yang mengaitkan ide dengan hasil guna. Ide di ukur dengan nilai praktisnya. Sementara itu tasawuf di pihak lain, adalah penghayatan keagamaan yang mengandalkan keimanan yang utuh terhadap yang maha mutlak dan absolut. Secara ideologis, antara sufisme dan pragmatosme terdapat jurang yang terlalu luas untuk di jembatani, tapi ini tidak lantas berarti bahwa dalam tasawuf tertutup kemungkinan bagi adanya dimensi pragmatis. Justru wacana pemikiran sufisme terbukti mampu mengembangkan nilai-nilai pragmatis yang lebih bermakna.

Diagnosis Spiritualis

         Berdasarkan visi monorealistik, yakni bahwa realitas satu-satunya adalah Tuhan, maka wujud manusia terdapat potensi potensi yang sesungguhnya merupakan perwujudan dari alam ketuhanan. Salah satu sifat, yang secara teologis sangat mendasar pada Dzat Tuhan. Dengan adanya kehidupan manusia memiliki kemampuan bertindak, mengetahui, berkehendak, dan seterusnya.

         Dalam anatomi sufistik adalah bahwa Tuhan membuka pintu komunikasi dengan manusia. Iman pada dasarnya tidak lebih dari sekedar memperdalam rasa ketergantungan terhadap itu, sesuatu yang di butuhkan dalam rangka kontrol jiwa. Kecenderungan jiwa yang tidak terkontrol mengakibatkan akal tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, seseorang mengalami penyakit-penyakit kejiwaan yang akan menjadi tekanan berat bagi tubuh. Dalam Al-Qur’an Tuhan memberikan isyarat bahwa setiap kali terjalin komunikasi dengan-Nya seseorang akan memperoleh energi spiritual yang menciptakan getaran-getaran psikolog pada seluruh jiwa raga.

Konsep Fana’ dan Terapi Sufistik

         Fana’ merupakan salah satu perikeadaan spiritual yang perlu di teliti dari sudut psikologis. Karena selain berupa pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan tatanan moral, fana’ melibatkan unsur-unsur emosional yang terkait langsung dengan tuhan. Pengembangan disiplin keilmuan konsepsi fana’ menjembatani bahwa pol-pola wawasan kesehatan jiwa berikut segenap orientasinya: simtomasis, penyesuaian diri, pengembangan, potensi, dan penghayatan spiritual seluruhnya menjadi bagian dari konsepsi fana’.



BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawwuf  Dalam Islam dimulai pada akhir abad ke-2 atau ada yang mengatakan pada awal abad ke-3 Hijriyah pada Zaman Nabi.Secara garis besar,perkembangan tasawwuf di dunia Islam ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan sosial politik umat Islam saat itu.

Sejarah munculnya tasawuf terdiri dari beberapa fase yaitu:
 1. Pada abad pertama dan kedua hijriyah
 2. Pada abad ketiga dan keempat hijriyah
 3. Pada abad kelima hijriyah
 4. Abad keenam, ketujuh, dan kedelapan hijriyah dan yang ke
 5. Pada abad ke Sembilan, sepuluh dan sesudahnya

Tasawuf tidak hanya bersumber dari islam saja, namun juga di pengaruhi oleh ajaran luar islam yaitu: unsur nasrani, unsur hindu-budha, unsur yunani, dan juga unsur Persia dan arab.Sebenarnya Tidak perlu ada pertentangan antara ajaran tasawwuf yang tidak sepenuhnya ada dalam ajaran syariat Islam.Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menjadikan syariat Islam sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.

B.   KRITIK DAN SARAN

Demikian Makalah Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawwuf Dalam IslamYang kami susun.Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dalam Makalah yang kami susun.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi terciptanya kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun penyusun.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Hawasli. Perkembngan Ilmu Tasawwuf dan Tokohnya. Al-ikhlas.
Abdullah, Taufiq dkk. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta. Pt Ichtiar Baru
            Van Hoeve,2002.
Bagir, Haidar. 2002. Manusia Modern Mendamba Allah Renungan Tasawwuf
Positif.ciputat: Mizan Media Utama
R.A. Nicholson, al-shufiyyah Fi-al Islam.Kairo,1951.
Nasution, Ahmad Bangun, Haji. Akhlak Tasawwuf : Pengenalan,Pemahaman,dan Pengaplikasiannya (disertai biografi Tokoh-tokoh sufi)
Ahmad Bangun Nasution, Hj.Royani Hanum Siregar.Jakarta: Rajawali Pers,2003.


Related Posts

Hidup untuk dinikmati guys, santuy dan tetap bahagia, simpel person dan cinta damai.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Subscribe Our Newsletter

    0 Response to "MAKALAH SEJARAH MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA TASAWUF DI INDONESIA"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel