BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Etika
pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk
seperti apa yang dikatakan oleh perasaan sesorang, tetapi anggapan seseorang
atas perasaannya yang menganggap bahwa sesuatu yang dianggap benar belum tentu
perasaan orang lain menganggap bahwa hal itu benar atau sesuai dengan etika. Dalam
kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan,
etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial
antara perusahaan, karyawan dan pelaku bisnis lainnya. Etika perusahaan
menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan, etika kerja
terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur
hubungan antar karyawan dan pelaku bisnis lainnya.
Masalah
etika sangat kompleks, tersebar di berbagai disiplin ilmu. Perusahaan dalam hal
ini, dalam kelangsungan hidupnya menghadapi berbagai pengaruh baik dari luar
maupun dalam perusahaan. Dari dalam perusahaan adalah yang berhubungan dengan
karyawan dan dari luar perusahaan adalah yang berhubungan dengan pelaku bisnis
lainnya. Makalah ini membahas tentang hubungan antar ketiganya yaitu hubungan
perusahaan dengan karyawan, hubungan karyawan dengan perusahaan dan hubungan
perusahaan dengan pelaku bisnis lainnya .
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Hubungan Perusahaan dengan Pekerja?
2.
Bagaimana
Hubungan Pekerja dengan Perusahaan?
3.
Bagaimana
Hubungan Perusahaan dengan Pelaku Bisnis Lainnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Perusahaan dengan Pekerja(Karyawan)
Teori organisasi modern
menjelaskan bahwa faktor sumber daya manusia merupakan sumber keunikan atau
keunggulan suatu organisasi karena faktor ini bernilai tinggi, langka, dan
sulit untuk ditiru. Hubungan antara perusahaan dengan karyawan bersifat saling
memberi (mutual contribution) dan saling menguntungkan (mutual
benefit).
Saling memberi (mutual
contribution) bermakna karyawan menyumbangkan
pikiran, tenaga, dan waktu secara produktif untuk menghasilkan barang atau jasa
yang mendatangkan penghasilan dan laba bagi perusahaan, sedangkan perusahaan
menyediakan remunerasi, fasilitas pekerjaan, dan jalur pekerjaan kepada
karyawan demi menjamin kehidupan karyawan.
Saling
mengguntungkan (mutual benefit) artinya karyawan
memiliki hak-hak dasar yang wajib dipenuhi perusahaan, namun dalam menjalankan
pekerjaannya dia dibatasi oleh aturan-aturan selain kewajiban pokok yang wajib
dipenuhi kepada perusahaan sehingga karyawan tidak berperilaku dan bertindak
semaunya. Di sisi lain, perusahaan
memiliki wewenang untuk mengatur dan mengarahkan para pekerjanya agar tujuan
tercapai, namun perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar
karyawan. Produktivitas yang tinggi akan menjadikan kinerja perusahaan juga
meningkat, yang pada akhirnya akan mendatangkan laba serta membawa pertumbuhan
perusahaan. Apabila kondisi ini ideal dalam hubungan perusahaan – karyawan ini
terwujud, hubungan ini akan menjadi hubungan yang saling mengisi.[1]
Hak dan Kewajiban Karyawan
·
Hak-Hak Karyawan
Adapun hak-hak karyawan, menurut
Sonny Keraf (1988) terdisi atas :[2]
1.
Hak atas pekerjaan yang layak
Manusia akan merasa memiliki jati diri sutuhnya apabila
dirinya bekerja. Selain itu, seseorang bekerja untuk memperoleh uang yang akan
dipergunakannya untuk membangun hidupnya lebih layak.
2.
Hak atas upah yang adil.
Seseorang yang bekerja
pada sebuah perusahaan wajib dibayar upahnya sesuai dengan kontribusinya,
berdasarkan kebijakan tingkat upah minimum.Dengan demikian, perusahaan dilarang
melakukan tindakan diskriminatif dalam pemberian upah kepada semua karyawannya.
3.
Hak untuk berserikat dan berkumpul
Karyawan dijamin haknya
untuk membentuk serikat pekerja dengan tujuan memperjuangkan hak dan
kepentingan semua anggota, termasuk ha katas upah yang adil.
4.
Hak atas perlindungan keamanan dan
kesehatan.
Lingkungan kerja dalam
industry modern yang penuh dengan risiko modern yang penuh dengan risiko tinggi
mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan, dan
kesehatan bagi para karyawan.Oleh karena itu sudah pada tempatnya karyawan
diasuransikan melalui asuransi kecelakaan dan kesehatan.
5.
Hak untuk diproses hukum secara sah
Hak ini berlaku pada
saat seorang karyawan dituduh dan diancam dengan hukuman tertentu karena diduga
melakukan pelanggaran atau kesalahan.Secara legal maupun moral, perusahaan
tidak boleh menindak seorang karyawan secara sepihak tanpa ada penjelasan atau
pembelaan dari karyawan tertuduh.
6.
Hak untuk diperlakukan secara adil dan
sejajar.
Perusahaan tidak boleh
melakukan diskriminasi karena alasana warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama,
dan sebagainya.Perebedaan dalam peluang dan gaji diperkenankan apabila disertai
pertimbangan yang rasional, obyektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka.
7.
Hak atas rahasia pribadi
Perusahaan harus
menerima kenyataan bahwa ada hal-hal tertentu yang harus dirahasiakan karyawan,
misalnya keyakinan religious, masalah keluarga, dana lain-lain.
Sebuah penelitian yang
dilakukan Facus et al.(2004) tentang sumber daya manusia menemukan beberapa
kondisi yang diperlukan untuk menjadikan karyawan puas atas pekerjaannya,
mencakup keterlibatan, pemberdayaan, pengembangan karir, keterbukaan atas
hal-hal baru, kerja sama tim, pendorong pencapaian prestasi (performance
enablers), serta pemberian imbalan berdasarkan prestasi ( performance
based rewards)
Keterlibatan. Keterlibatan
karyawan dalam pengambilan keputusan strategis dianggap mampu meningkatkan
komitmen karyawan untuk meningkatkan produktivitas pekerjaan sesuai harapan
perusahaan.Keterlibatan ini membutuhkan kesediaan dan partisipasi yang tulus
dari karyawan senior untuk waktu, biaya, dan tenaga mereka guna menghadiri
berbagai pertemuan penting dengan karyawan.Ide, gagasan cemerlang, pengetahuan,
informasi pasar, usulan tindakan yang disumbangkan oleh karyawan dalam
pertemuan dapat menjadi mesin penggerak kemajuan perusahaan.
Pemberdayaan. Pemberdayaan
bermakna karyawan memiliki spesifikasi wewenang (authority) dan akuntabilitas
tertentu untuk menjalankan pekerjaannya, menempuh dan mengambil risiko, merasa
aman untuk mengekspresikan pendapat atau opini, dan memiliki kesempatan penuh
untuk dipertimbangkan keputusannya apabila terjadi kasus pesifik yang
melibatkan karyawan dengan konsumen.Keputusan untuk memberdayakan karyawan
memerlukan persiapan matang, terutama dari segi pengetahuan, ketrampilan
mengambil keputusan, penilaian risiko kegagalan, kepatuhan terhadapa standar
kualitas produk atau layanan, dan kecepatan bertindak untuk dijadikan
program-program pelatihan dan pengembangan karyawan secara berkala.Untuk
memperoleh karyawan yang mampu diberdayakan dibutuhkan waktu, proses, dan
fasilitas maupun sistem pendukung secara berkesinambungan.
Pengembangan
karir. Pengembangan karir merupakan perluasan dari
pemberdayaan karyawan. Jalur karir yang jelas sangat bermanfaat bagi setiap
karyawan untuk merencanakan masa depan mereka secara terarah. Dengan adanya
jalur karir dan ketersediaan peluang untuk berkembang secara progresif,
karyawan akan merasa bahwa segala kontribusi yang telah diberikan ( waktu,
tenaga, pemikiran) setimpal dengan imbalan yang diperoleh.
Keterbukaan. Komunikasi
yang terbuka antara manajemen dengan karyawan dapat menjaga ritme pekerjaan
dalam kondisi produktif dan efektif.Hal ini juga bermanfaat bagi manajemen
untuk mengetahui bagian-bagian dari produk, sistem layanan, teknologi, dan
lain-lain yang segera memerlukan perbaikan atau peningkatan kualitas. Salah
satu teknik komunikasi yang baik untuk diterapkan adalah Management by
Walking Around (MBWA), yaitu kunjungan para manajer atau pimpinan secara
rutin ke tempat-tempat bekerjanya karyawan, baik dijadwalkan atau tidak. Selain
untuk mengetahui secara langsung masalah yang terjadi, teknik ini juga
bermanfaat untuk membangkitkan semangat kekeluargaan dan kerja sama antar
karyawan.
Kerjasama Tim.
Kerjasama tim, apabila terkelola dengan baik, bermanfaat untuk memadukan
berbagai bakat, kemampuan, ketrampilan, maupun kepribadian yang terdapat pada
diri setiap karyawan menjadi satu kekuatan penuh yang mampu menggerakkan
kemajuan dan pertumbuhan perusahaan. Dengan adanya kerjasama, segala ide,
masukan, atau konsep dapat diolah, bahkan termasuk kekurangan/kelemahan salah
satu personil dapat ditutupi oleh keunggulan yang dimiliki oleh personil lain.
Kerjasama tim juga unggul dalam hal penyelasaian pekerjaan yang rumit dan
memerlukan penyelesian yang kompleks. Selain itu, melalui kerjasama tim,
seorang karyawan akan termotivasi oleh rekan-rekannya di dalam tim untuk
menyelesaikan pekerjaan secara tuntas.
Pendorong
Peningkatan Prestasi. Untuk mendorong peningkatan
prestasi, banyak hal yang dapat dilakukan perusahaan, di antaranya adalah menyediakan
pelatihan, outbond, mentoring, rotasi pekerjaan, simulasi dan sebagainya.
Fasilitas dan perlengkapan bekerja yang modern juga turut berpengaruh terhadap
kualitas hasil yang diharapakan.Tidak kalah pentingnya adalah aplikasi
teknologi terkini yang sebaiknya dipergunakan karyawan untuk menyelesaikan
berbagai penugasan dan pekerjaan utama.
Pemberian
Imbalan Berdasarkan Prestasi. Sistem pemberian
imbalan yang jelas dan terukur akan memotivasi setiap orang di perusahaan untuk
bekerja dengan sepenuh hati. Sistem imbalan berbasis prestasi dijalankan dengan
didasari pertimbangan senioritas (lama waktu bekerja), pengalaman yang
dimiliki, serta keanggotaan dalam organisasi, artinya karyawan menerima
beberapa komponen kompensasi bukan karena kinerja atau tingkat produktivitas
mereka namun karena partisipasi mereka dalam organisasi.Hal ini dilakukan untuk
memelihara stabilitas kerja yang tinggi dan meningkatkan loyalitas karyawan.[3]
·
Kewajiban Karyawan
Menurut Hariyanti
(2005), kewajiban utama seorang karyawan kepada perusahaan umumnya mencakup
tiga hal berikut :[4]
1.
Mentaati
berbagai peraturan yang berlaku di perusahaan selama tidak melanggar hukum atau
bertentangan dengan moralitas. Karyawan dapat menolak penugasan yang tidak
bermoral (missal : membunuh orang lain) atau tidak sesuai dengan deskripsi
pekerjaan (job description)
2. Menjaga Kerahasiaan (confidentiality) perusahaan, baik
selama bekerja atau setelah meninggalakan perusahaan. Yang
termasuk dalam rahasia perusahaan adalah teknik produksi, resep makanan, dan lain-lain.
3.
Menunjukkan Kesetiaan (loyalty) kepada
perusahaandalam bentuk dukungan terhadap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Hak dan
Kewajiban Perusahaan
·
Hak-Hak perusahaan
Dalam hubungan
industrial, perusahaan berhak untuk :
1. Membuat
perjanjian kesepakatan (kontrak) untuk dengan karyawan. Sesungguhnya
ketenagakerjaan adalah hubungan yang respirokal, sehingga kedua belah pihak
memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang perlu dijabarkan secara tertulis
dan formal.
2. Melakukan
tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan, terutama dalam
kondisi yang tidak normal agar dapat bertahan. Menurut Robbins (1984), PHK
dapat dibedakan menjadi :
a. Termination,
yaitu putisnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja
yang telah disepakati.
b. Dismissal,
yaitu putusnya hubungan lerja karena karyawan melakukan kesalahan fatal seperti
mengkonsumsi narkotika, melakukan tindakan kejahatan, atau merusaka
perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy,
yaitu pemutusan hubungan kerja akibat penggunaan mesin berteknologi baru
seperti robotics, otomasi, atau penggunaan alat-alat berat yang cukup
dioperasikan oleh satu atau dua orang saja untuk menggantikan sejumlah tenaga
kerja.
d. Retrenchment,
yaitu pemutusan hubungan kerja akibat
masalah-masalah ekonomi, seperti penurunan penjualan sehingga perusahaan tidak
mampu lagi memberikan upah kepada karyawan.
·
Kewajiban Perusahaan
Menurut Hariyanti
(2005) untuk menjamin terpenuhinya hak-hak karyawan, perusahaan berkewajiban
untuk :
1.
Menghindari praktik diskriminasi.
Di Amerika Serikat, untuk menjamin persamaan hak
bekerja bagi setiap warga Negara dari sisi suku, ras, warna kulit, dan agama,
pemerintah AS memberlakukan The Civil Rights sejak tahun 1964. Diskriminasi di
lingkungan kerja terjadi karena alasan yang dikemukakan perusahaan bersifat
tidak relevan, seperti posisi manajer tidak
dapat diijabati perempuan, atau ras kulit hitam dan lain-lain.
2.
Menjamin kesehatan dan keselamatan
kerja.
Kesehatan dan keselamatan
karyawan tidak boleh dikorbankan demi alasan ekonomi semata, dan apabila
tingkat risiko dinilai tinggi, maka karyawan berhak memperoleh ekstra untuk
mengimbangi tingkat risiko itu, baik dalam bentuk gaji langsung maupun
asuransi. Hal ini sesuai dengan teori deontologis dari Kant yang menyatakan
bahwa “manusia harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan sebagai sarana” tempat
kerja yang aman dan sehat akanmenunjang produktivitas dan menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan serta meningkatkan perekonomian Negara.
3.
Memberikan gaji yang adil.
Pemberian upah atau
gaji yang layak dan adil memungkinkan seorang karyawan untuk menghidupi serta
menafkahi dirinya maupun keluarganya.Besaran tinigkat upah/gaji dapat
ditentukan berdasarkan prestasi, kebutuhan, mekanisme pasar, tinggi rendahnya
pendidikan dan lain-lain.
4.
Memberhentikan karyawan dengan prosedur
yang benar.
Pemberhentian seorang
karyawan hanya dapat dilakukan apabila :
(1) ada alasan yang
tepat,
(2) berpedoman pada
prosedur yang semestinya, dan
(3) akibat negative dari pemecatan harus dapat
diminimalkan.
B.
Hubungan
Pekerja dengan Perusahaan
Pada
dasarnya hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha yang
terjadi setelah diadakan perjanjian antara pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan
di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan
membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja.Dari
pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum
lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha.
Menurut
Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatankegiatan
pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain
yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang
telah disepakati. [5]
Unsur-unsur yang ada
dalam suatu hubungan kerja yaitu:
1. Adanya
unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu perjanjian
kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan
tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin pengusaha
dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1603 a yang berbunyi: “Buruh wajib melakukan sendiri
pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga
menggantikannya”. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat
pribadi karena bersangkutan dengan ketrampilan atau keahliannya, maka menurut
hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi
hukum.
2. Adanya
unsur perintah
Manifestasi dari
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang
bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang diperjanjikan.Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan
hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara
dengan klien.Hubungan tersebut merupakan hubungan kerja karena dokter,
pengacara tidak tunduk pada perintah pasien atau klien.
3. Adanya
upah
Upah memegang peranan
penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa
tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah.Sehingga
jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan
hubungan kerja.
4. Waktu Tertentu
Yang hendak ditunjuk oleh perkataan
waktu tertentu atau zekere tijd sebagai unsur yang harus ada dalam perjanjian
kerja adalah bahwa hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja tidak
berlangsung terus-menerus atau abadi.Jadi bukan waktu tertentu yang dikaitkan
dengan lamanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja.Waktu tertentu
tersebut dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, dapat pula tidak
ditetapkan.Di samping itu, waktu tertentu tersebut, meskipun tidak ditetapkan
dalam perjanjian kerja mungkin pula didasarkan pada peraturan
perundang-undangan atau kebiasaan.
Hubungan
kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai pembuatan perjanjian kerja,
kewajiban pekerja, kewajiban pengusaha dan berakhirnya hubungan kerja.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefenisikan
perjanjian kerja adalah Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Menurut
Undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun
lisan.Perjanjian kerja yang dibuat dalam bentuk tertulis diwajibkan terhadap
perjanjian kerja waktu tertentu saja, sedangkan perjanjian kerja waktu tidak
tertentu dapat dibuat secara lisan maupun tertulis.
1. Pembuatan
Perjanjian Kerja.
Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefenisikan perjanjian kerja adalah
Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Menurut Undang-undang ini
perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.Perjanjian kerja
yang dibuat dalam bentuk tertulis diwajibkan terhadap perjanjian kerja waktu
tertentu saja, sedangkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat dibuat
secara lisan maupun tertulis.
Pasal 57 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Apabila perjanjian
kerja dibuat secara tertulis, maka harus memuat sebagai berikut:
a. nama,
alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama,
jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan
atau jenis pekerjaan;
d. tempat
pekerjaan;
e. besarnya
upah dan cara pembayarannya;
f. syarat
-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai
dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat
dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i.
tanda
tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
j.
nama dan alamat pekerja/buruh;
k. tanggal
mulai bekerja;
l.
jenis pekerjaan; dan
m. besarnya upah.
Selain hal-hal diatas
terdapat juga beberapa hal lainnya yang perlu diatur dalam suatu perjanjian
kerja:
a.
Macam
pekerjaan
b.
Cara-cara
pelaksanaannya
c.
Waktu atau jam kerja
d.
Tempat kerja
e.
Besarnya imbalan kerja, macam-macamnya
serta cara pembayarannya
f.
Fasilitas-fasilitas
yang disediakan perusahaan bagi pekerja / buruh / pegawai
g.
Biaya
kesehatan/pengobatan bagi buruh/pegawai/pekerja
h.
Tunjangan-tunjangan tertentu
i.
Perihal cuti
j.
Perihal ijin meninggalkan pekerjaan
k.
Perihal hari libur
l.
Perihal jaminan hidup dan masa depan
pekerja
m. Perihal
pakaian kerja
n. Perihal
jaminan perlindungan kerja
o. Perihal
penyelesaiaan masalah-masalah kerja
p. Perihal
uang pesangon dan uang jasa
q. Berbagai
masalah yang dianggap perlu.
2. Kewajiban
Pekerja
Dalam suatu hubungan
kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan itu wajib dilakukan
sendiri oleh pekerja/buruh.Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah
segala perbuatan yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan
pengusaha sesuai isi perjanjian kerja. Pekerja/buruh yang baik adalah buruh
yang menjalankan kewajibannya dengan baik, yang dalam hal ini kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama,
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. Pekerja harus mentaati peraturan
perusahaan yang menurut undang-undang ketenagakerjaan peraturan perusahaan
adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan .
3. Kewajiban Pengusaha
Pengusaha berkewajiban
memberikan upah terhadap pekerja. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan
dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu
Pasal 1603d KUHP 45 Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk
buruh sendiri maupun keluarganya.
Yang dimaksud dengan
imbalan termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada
buruh secara teratur dan terus-menerus.Pengusaha juga berkewajiban untuk
memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku
diperusahaan. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak
dan kewajiban pengusaha
b. Syarat
kerja
c. Tata
tertib perusahaan
d. Jangka
waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku,
apabila bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku maka
yang digunakan adalah peraturan perundang -undangan.Jangka waktu berlakunya
peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah
masa berlakunya habis.
4. Berakhirnya
Hubungan Kerja
Hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja berakhir disebabkan oleh:
a. Pekerja
meninggal dunia
b. Jangka
waktu perjanjian kerja berakhir
c. Adanya
putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
atau
d. Adanya
keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan
Pasal 56 Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, ada 2 (dua) jenis perjanjian kerja,
yaitu:
1.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian
kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya satu
pekerjaan tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan.Ketika perusahaan Anda
mempekerjakan seseorang dengan PKWT, maka jangka waktu penyelesaian pekerjaan
tersebut relatif dapat diketahui sejak awal.Untuk itu, muncul ketentuan
bahwa PKWT hanya berlaku maksimal 3 (tiga)
tahun. Dalam PKWT, ada
tiga jenis perjanjian yang disepakati antara karyawan dan perusahaan sesuai
dengan tipe pekerjaannya, yaitu:
a.
Pekerja Harian Lepas
·
Perjanjian Kerja Harian Lepas dimaksudkan untuk
pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu pengerjaan dan beban
pekerjaan. Selain itu, ketentuan upah juga berdasarkan pada kehadiran dari
pekerja/buruh.
·
Perjanjian Kerja Harian Lepas dilakukan dengan kondisi
di mana pekerja/buruh yang bersangkutan diharuskan untuk bekerja kurang dari 21
(dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
·
Jika dalam kondisi di mana pekerja/buruh diharuskan
untuk bekerja selama 21 (dua puluh satu) hari atau lebih hingga 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi
PKWTT.
b.
Outsourcing
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, Alih Daya atau biasa dikenal sebagai outsourcing adalah
kegiatan penyediaan jasa tenaga kerja. Perlu diingat juga bahwa UU tersebut mengatur mengenai 2 macam sistem alih
daya, yaitu outsourcing perjanjian pemborongan pekerjaan
antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima borongan (pasal
65) dan outsourcing perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh
antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh (pasal 66).
Praktik
ini dapat terjadi karena pada pasal 64 UU Ketenagakerjaan, diatur bahwa perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat
secara tertulis.
c.
Magang/Internship
Definisi
magang menurut pasal 1 ayat 11 UU Ketenagakerjaan adalah bagian dari sistem
pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga
pelatihan, dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur, atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi
barang dan/atau jasa.
2.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Kepmen 100/2004 menjelaskan
pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap. Dengan PKWTT, maka pekerjanya pun lazim disebut pekerja tetap dan bukan
lagi pekerja kontrak.
Ketentuan
yang berlaku dalam menerapkan PKWTT antara perusahaan dan pekerja/buruh
ditetapkan pada pasal 60 ayat 1 (satu), yaitu perusahaan dapat mensyaratkan
masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.Pada masa percobaan kerja tersebut,
perusahaan dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
PKWTT pun
bisa dibuat secara lisan, namun perusahaan wajib untuk membuat surat
pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (pasal 63 ayat1).
Untuk
lebih jelasnya tentang perbedaan PKWT dan PKWTT, silakan mengakses
artikel: Perbedaan PKWT dan PKWTT yang Wajib
Diketahui HR (Infografis)
Jika
perusahaan Anda menerapkan status hubungan kerja yang berbeda-beda, maka hak cuti dan kompensasi material yang
didapatkan oleh setiap pekerja/buruh pun juga harus disesuaikan.
C.
Perusahaan
dengan Pelaku Bisnis Lainnya
Sebuah perusahaan
berada di dalam jaringan hubungan dengan sejumlah pelaku usaha yang lain,
mencakup : pemasok, pembeli, orang yang berutang, masyarakat umum, pihak yang
berkepentingan / pemilik mitra, fakir miskin, pesaing, dan lingkungan alam.
a. Pemasok
Berkaitan dengan pemasok, etika bisnis menyatakan
bahwa seseorang harus melakukan negosiasi dengan harga yang adil, dan tidak
mengambil keuntungan berdasarkan bagian atau kekuasaan yang lebih besar.Untuk
menghindari kesalahpahaman pada masa depan, Allah SWT telah memerintahkan kita
untuk membuat perjanjian kewajiban bisnis secara tertulis. Dalam Al-Qur’an
disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat
282.
Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila
kamu melakukan utang pitang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.Hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripadanya...”
Pedagang dilarang melakukan pasar bebas melalui
bentuk perantara tertentu.Perantara semacam ini mungkin akan menyebabkan
terjadinya inflasi harga. Sebagai
contoh adalah seorang petani pergi ke kota untuk menjual beberapa hasil
pertaniannya. Tiba-tiba, seorang penduduk kota mendekatinya, dan menyarankan
petani tersebut untuk menitipkan hasil pertaniannya kepadanya sementara waktu
sampai harganya naik. Penduduk kota itu kemudian menyimpan hasil pertanian
tersebut sampai harganya naik kemudian menjualnya, sehingga masyarakat harus
membayar lebih mahal, dan sang perantara tersebut mendapatkan keuntungan
berlebih. Bentuk perantara semacam ini dilarang dalam Islam,
sebagaimana disebutkan dalam hadis :
Rasulullah SAW. Bersabda “Orang
kota seharusnya tidak menjual sesuatu kepada orang dari padang pasir, biarkan
mereka berusaha dengan caranya sendiri, Allah SWT akan memberi mereka ketentuan
yang berbeda suatu dariyang lain”.[6]
b. Pembeli
/ Konsumen
Pembeli seharusnya menerima barang dalam kondisi
baik dan dengan harga yang wajar.Mereka harus diberi tahu apabila terdapat
kekurangan-kekurangan pada suatu barang.Islam melarang praktik-praktik dibawah
ini ketika berhubungan dengan konsumen atau pembeli :
1.
Penggunaan alat ukur timbangan yang
tidak tepat,
2.
Penimbunan dan manipulasi harga,
3.
Penjualan barang palsu atau rusak,
4.
Bersumpah untuk mendukung sebuah penjualan,
5.
Membeli barang-barang curian,
c. Orang
yang Berhutang
Secara umum, Islam mendorong umatnya untuk bersikap
bijaksana.Jika seseorang yang berutang sedang dalam kesulitan keuangan,
hendaklah ia diberi waktu untuk melunasinya seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an ayat 280.
Artinya :“ Dan jika (orang berutang itu) dalam
kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan
jika kamu menyedekahkan itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Pada saat yang sama, Islam mendorong orang-orang
yang berutang untuk tidak menangguh-nangguhkan pembayaran utangnya. Hal ini
ditujukan terutama terutama bagi orang-orang kaya yang berutang, Rasulullah SAW
berkata “Penangguhan pembayaran utang oleh orang kaya adalah sebuah
ketidakadilan.“
Jika pengusaha muslim itu berutang demi usahanya, ia
juga harus membayarnya. Dalam Islam, pembayaran utang memiliki kedudukan yang
sangat penting hingga dosa-dosa yang mati shahidakan diampuni, kecuali
untuk utang-utang yang belum terbayar.[8]
d. Masyarakat
Umum
Seorang pengusaha memiliki kewajiban untuk
menyediakan barang kebutuhan penting bagi masyarakat.Misalnya, jika masyarakat
memiliki kebutuhan produk-produk pertanian, pakaian, tempat tinggal, dan
lain-lain, karena barang-barang ini merupakan komoditas penting, pengusaha
harus menetapkan harga secara wajar.Islam menentang gagasan mengenai
pengontrolan harga.Para ilmuan yang mengemukakan gagasan mengenai pengontrolan
harga mendasarkan dirinya pada hadis dibawah ini :
Seorang laki-laki datang dan berkata,
“Rasulullah, harga tetap”.Rasulullah SAW. Berkata, “(Tidak), saya
harus shalat”.Laki-laki itu datang lagi dan berkata, “Rasulullah, harga
tetap”. Rasulullah SAW berkata, “Tidak yang lain, kecuali Allah yang
membuat harga menjadi rendah atau tinggi. Saya berharap bahwa ketika saya
bertemu Allah SWT tak satu pun diantara kamu yang menyalahkan karena berbuat
salah berkaitan dengan darah atau barang milik”.[9]
e. Pihak
yang Berkepentingan / Pemilik / Mitra
Islam mendorong terwujudnya hubungan
kemitraan.Usaha-usaha yang bertujuan menguntungkan individu atau masyarakat
atau untuk menghapuskan kejahatan adalah tindakan yang luhur, terutama jika
niat usaha yang dilakukan juga merupakan niat yang luhur. Al-Qardhawi
menyatakan bahwa usaha-usaha semacam ini diberkati dalam Islam dan akan
mendapatkan pertolongan Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’anSurat Al-Maidah ayat 2
Artinya :“Dan tolong-menolong lah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan”.
1.
Al-Mudharabah. Sering terjadi, seorang pengusaha adalah
wirausahawan yang terampil, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk mewujudkan
gagasan bisnisnya. Dalam kasus seperti ini, Islam mengizinkan hubungan
kemitraan antara pemodal dan tenaga kerja. Hubungan kemitraan seperti ini
disebut dengan al-mudharabah.
2.
Syirkah.Dalam salah satu bentuk hubungan kemitraan,
bank Islam menyediakan sebagian modal yang diperlukan, sementara pengusaha
menyediakan sisanya. Pengusaha juga harus bertanggung jawab dalam hal
pengawasan dan manajeman. Kedua belah pihak bersepakat untuk membagi keuntungan
ataupun kerugian berdasarkan perbandingan keikutsertaan investasi mereka. Jika
terjadi kerugian, pengusaha mengurangi pemberian upah kepada para pekerjanya.
3.
Musyarakah.
Bentuk hubungan kemitraan ini berlangsung
dalam jangka waktu terbatas dan berusaha untuk melaksanakan proyek tertentu.
Kedua belah pihak bersepakat untuk bekerja sama, baik dalam pengelolaan modal
tetap maupun modal bergerak, juga dalam membagi keuntungan dan kerugian yang
dibagi berdasarkan perbandingan modal yang dijanjikan.
4.
Murabahah.
Bank membeli barang-barang tertentu dari
pemasok atas nama pengusaha dengan harga tetap sebagaimana persetujuan mengenai
margin keuangan. Aspek kunci bentuk pembiayaan ini adalah kedua belah pihak
harus mengetahui harga pembelian awal serta harga kenaikan keuntungan.
5.
Qardh
Hasan. Rencana keuangan
ini dalam bentuk “pinjaman kebajikan” yang tidak dikenakan biaya dan tanpa
bunga. Jenis pinjaman ini diberikan kepada para konsumen atau pengusaha yang
mengalami situasi yang sulit atau pengeluaran yang tidak direncanakan.[10]
f.
Fakir
Miskin
Sering terjadi,
kaum fakir miskin mendekati seseorang pengusaha dan meminta
sedekah.Kadang-kadang, pengusaha akan memberikan sisa-sisa barang atau
barang-barang rusak yang menurutnya tidak akan dipergunakan lagi. Allah
memperingatkan umat-Nya mengenai hal ini dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 267.
Artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya.Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”.
Para pengusaha muslim harus memberikan kepada kaum
miskin apa yang baik dan diperoleh dengan cara yang halal.[11]
g. Pesaing
Meskipun negara-negara Barat menyatakan diri sebagai
kawasan berdasarkan prinsip persaingan pasar, publikasi bisnis utama akan
memperlihatkan bahwa sebuah bisnis akan berusaha memenangkan dirinya dan
mengeleminasi para pesaingnya. Dengan
mengeliminasi para pesaingnya, perusahaan akan dapat memperoleh hasil ekonomi
di atas rata-rata melalui praktik penimbunan dan monopoli harga. Padahal
monopoli dilarang di dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Hidayah :
Sangatlah tidak
terpuji usaha untuk memonopoli kebutuhan-kebutuhan hidup, dan makanan untuk
hewan ternak, di dalam kotatempat praktik monopoli terbukti cenderung meusak.[12]
h. Lingkungan
Alam
Ranah
utama lain yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan persoalan tanggung
jawab sosial adalah lingkungan alam. Selama bertahun-tahun, banyak perusahaan
membuang produk limbah mereka ke udara, sungai, dan tanah.Fenomena hujan asam,
pemanasan global sebagai akibat penipisan lapisan ozon, dan teracuninya rantai
makanan merupakan beberapa contoh akibat perilaku yang tidak bertanggung jawab
ini.Islam menekankan peranan manusia atas lingkungan alam dengan membuatnya
brtanggung jawab terhadap lingkungan sekelilingnya sebagai khalifah Allah SWT
dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 30.
Artinya :“ Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”.
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?”Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam perannya sebagai khalifah,
seorang pengusaha muslim diharapkan memelihara lingkungan alamnya.
Kecenderungan mutakhir paham environmentalisme bisnis, yaitu sebuah
usaha secara proaktif memberi perhatian sangat cermat dalam memperlihatkan
lingkungan, sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang baru.Sejumlah contoh yang
semakin memperjelas betapa pentingnya hubungan Islam dengan hubungan alam,
misalnya perlakuan terhadap binatang, populasi lingkungan dan hak-hak
kepemilikan, dan populasi lingkungan terhadapsumber-sumber alam “bebas” seperti
udara dan air.[13]
[1] Tri Hedro SP, Etika Bisnis Modern, (Yogyakarta: STIM YKPN,
2017), hlm. 71-72.
[2]Sonny, Keraf.Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta
: Penerbit Kanisius, 1988).
[3] Tri Hedro SP, Etika Bisnis Modern, (Yogyakarta: STIM YKPN,
2017), hlm. 73-74.
[4]Hariyanti, Tinjauan Tentang Etika, Hak Dan Kewajiban Dalam
Perusahaan, (Surakarta : STIE AUB, 2005).
[5]Judiantoro
Hartono, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1992), hlm. 10.
[6]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.88-89
[7]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.89
[8]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.89-90
[9]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.90-91
[10]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.90-92
[11]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.92-93
[12]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.93
[13]Herry Sutanto dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah,
(Bandung:Pustaka Setia, 2013)hlm.93-94
Related Posts
Subscribe Our Newsletter
0 Response to "Contoh Makalah HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN PEKERJA DAN PELAKU BISNIS LAINNYA (Download Pdf Doc)"
Post a Comment